Ketika Nazi memburu kaum komunis, aku diam saja; karena aku bukan komunis.
Ketika mereka menangkap kelompok sosial demokrat, aku juga diam; aku bukan sosial demokrat.
Ketika mereka mengejar golongan serikat dagang, aku tidak protes; aku bukan anggota serikat.
Ketika mereka memburu orang Yahudi, aku tetap diam; aku bukan Yahudi.
Ketika mereka menangkapku, sudah tidak ada yang tersisa untuk melawan.
Puisi di atas berjudul "First They Came", karya Martin Niemöller (14 January 1892 – 6 March 1984); seorang teolog dan pastor Lutherian terkemuka Jerman yang anti Nazi. Walaupun pada mulanya ia adalah pendukung Nazi, sejak tahun 1934 ia mulai menentang Nazi. Ia ditangkap dan dipenjarakan di kamp konsentrasi di Sachsenhausen dan Dachau sejak tahun 1937. Dia berhasil selamat dan menjadi tokoh yang bersuara vokal mengenai rekonsiliasi Jerman setelah Perang Dunia II.
Puisi ini sering dikutip untuk menjelaskan bahaya dari suatu sikap "apatis politik". Situasi yang berbahaya ini biasanya bermula dari adanya ancaman kebencian dan ketakutan yang spesifik dan tertarget, yang kemudian berkembang menjadi tidak terkontrol.
Sekarang ini saya merasakan semacam "kegamangan" yang tidak rasional, yang membuat saya khawatir bahaya itu bisa terjadi di Indonesia. Ketika kebebasan beragama mulai dipasung berselimutkan penodaan atas agama. Ketika kaum minoritas dikejar-kejar mentang-mentang mereka kecil dan tidak melawan. Ketika negara mulai mencampuri keyakinan individu atas nama ketertiban umum. Dan ketika sekelompok kecil radikal mengatasnamakan kelompok mayoritas yang diam saja.
Mudah-mudahan kekhawatiran saya tidak beralasan. Namun puisi di atas mengingatkan untuk selalu kritis dan tidak apatis.
SILENCE
7 tahun yang lalu